RENCANA
PKS KELUAR DARI KOALISI
Dilema
Presiden SBY masih berbuntut panjang jika PKS dilepaskan dari kontrak koalisi.
Menurut Burhanuddin yang juga peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), PKS
sangat dibutuhkan pemerintah dalam mendapatkan dukungan di DPR.
Jika
PKS ditendang, Partai Golkar, tutur Burhanuddin, memiliki daya tawar tinggi
dalam koalisi untuk menggantikannya. Saat ini Golkar memang menurutnya tampak
melejit dan punya kans mendapat nilai tambah untuk jatah kursi menteri
menggantikan PKS jika dikeluarkan dari koalisi.
Di
sisi lain, ini membawa bencana kecil bagi pemerintah. Hal itu karena dalam
beberapa kasus. Golkar cukup berseberangan dengan Pemerintah yaitu dalam kasus
Century, di mana nama Presiden disebut-sebut terlibat dan masalah moratorium
remisi koruptor.
Partai
Demokrat tidak bisa hanya mengandalkan PAN, PPP, PKB di parlemen. Sebab
gabungan antara demokrat dengan ketiga partai itu, jika total di atas kertas
kekuatan politiknya hanya mencapai 46 persen.
"Ke
depan ini kan ada banyak persoalan terkait misalnya dalam hak menyatakan
pendapat kasus Century. Saat yang sama Golkar dan PKS kalau kita merujuk di
sidang paripurna Century itu di opsi C. Misalnya PKS dikeluarkan dan Golkar
pada dasarnya menuntut Century di tuntaskan, baik secara umum maupun politik,
selesailah itu. Bisa bahaya kan di DPR," jelas Burhanuddin.
Sama
halnya ketika Pemerintah dihadapkan dengan moratorium remisi koruptor.
"Kasus moratorium remisi yang akan dibawa ke interpelasi. Itu kan Golkar
menuntut ada interpelasi. Sementara PKS mendukung pemerintah untuk moratorium.
Bahaya lagi. Jadi banyak hal yang sebenarnya membuat SBY bimbang, berpikir
lagi," katanya.
Belum
lagi masalah politik lain yang terjadi jika PKS keluar. Menurutnya, PKS bisa
bergerak melawan pemerintah setelah dikeluarkan, karena LSI sendiri memandang
PKS memiliki basis massa kelas menengah ke atas yang kritis dalam berpikir.
"Nah
kalau SBY keluarkan PKS itu justru akan menguatkan dukungan internal PKS.
Pertama dikhawatirkan PKS malah tambah besar di luar. Aksi-aksi massa yang
digalang PKS akan muncul dan banyak kekhawatiran lainnya," kata dia.
Jika
tidak dikeluarkan pun, ada dilema yang muncul dalam Setgab partai koalisi. SBY
akan dianggap pilih kasih jika PKS tidak diberikan sanksi atas penolakannya
terhadap kebijakan pemerintah.
"Ini
bisa dituntut oleh elite Demokrat dan elite koalisi agar SBY memberi reward dan punishment. Partai yang
partai loyal akan menuntut. Apa gunanya loyal terhadap pemrintah jika tidak ada
insentifnya. Enggak ada reward-nya.
Yang tidak loyal mendapatkan keuntungan citra positif di mata publik, tetapi
tidak di hukum sama SBY," ujarnya.
Kalau
tak segera memutuskan, maka langkah PKS ini akan ditiru partai koalisi lainnya.
Apalagi, kini partai loyal dalam koalisi tengah berharap curahan jatah kursi
menteri jika PKS didepak.
Akankah
SBY segera mengambil keputusan penting atas posisi PKS di koalisi. Burhanuddin
menjawab, tak ada yang pasti dalam kebimbangan SBY ini. Keputusan dalam politik
harus mengambil resiko. Kini kata dia, SBY yang paling tahu, resiko mana yang
paling minimal jika PKS hengkang.
"Memang
sekarang ditanya, mungkin hanya SBY dan Tuhan yang tahu akhirnya SBY depak PKS
atau tidak. Karena jangankan saya. Mungkin orang terdekat SBY pun saya kira
dalam posisi tak tahu secara pasti langkah apa yang akhirnya ditempuh
SBY," kata Burhanuddin.
Menurutnya,
SBY, harus segera mengambil keputusan, karena rakyat mulai muak dengan sinetron
dan drama politik koalisi ini. Kemuakan masyarakat ini bahkan telah muncul
sejak pemerintahan SBY Jilid II. Jadi Silakan SBY bersikap.
"Ambil
keputusan dan jangan pernah lihat ke belakang, terutama putusan yang diambil
terkait PKS dan soliditas koalisi. Pertimbangkan kemuakan masyarakat terhadap
drama politik dari elit koalisi yang lebih banyak berbicara soal tarik-menarik
kekuasaan. Ambil keputusan sekarang untuk kepentingan publik," pungkas
Burhanuddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar